Drs H. Masrur Makmur La Tanro, Franchise RM Wong Solo Indonesia Timur

makmur

USAHA rumah makan (RM), kian marak bermunculan di kota-kota besar. Bisnis ini memanfaatkan selera massif, khususnya kaum urban, yang kerap mencari tempat makan plus bisa bersantai. Di Makassar, tidak sulit mencari mencari rumah makan, namun jarang menemukan bisnis RM yang berbasis syariah, atau dikelola secara Islami. Franchise RM Wong Solo, Indonesia Timur, Drs H. Masrur Makmur Lataro, salah seorang yang menerapkan sistem tersebut selama tiga tahun terakhir ini.

Bagimana pengalamannya, cara mengelola RM dengan basis syariah, serta kiat sukses bisnis? Wartawan Fajar Hapsa Marala, beberapa waktu lalu mewawancarainya di RM Wong Solo. Berikut petikannya:

* Apa yang membuat Anda terpikat dengan bisnis RM, sementara RM sudah sangat menjamur di kota ini?

Meski banyak rumah makan berseliweran, saya ingin membuat yang berbeda, dari hal-hal sederhana, menu sederhana dan kemampuan yang sederhana juga. Maka jadilah yang seperti saat ini, RM Wong Solo, RM yang resepnya semua dari Solo, tapi disukai banyak orang, bukan cuma orang Solo saja. Yang namanya RM pasti ada pengunjungnya, sebab selera orang itu bisa berbeda-beda. Kita sesuaikan dengan selera orang Indonesia yang pada umumnya. Suatu gaya hidup sederhana dan lebih tradisional.

* Anda kan termasuk salah seorang pengusaha Money Changer yang sukses di Bali, kemudian berbisnis RM lagi, itu bagaimana?

Iya. Syukur ini berkat fadhilah Tuhan, bisnis money changer di Bali sudah settled dan berjalan dengan baik. Nah, peluang RM ini sangat menjanjikan. Saya coba menggandeng waralaba lokal, ibaratnya, agar telur investasi saya dapat menetas di keranjang yang lain. Prinsip enterpreneurship saya pegang kokoh. “Dont put all your eggs in one basket”. Kalau bisa dikembangkan, kenapa tidak. Kalau bisnis yang satu bisa memback-up lainya, lakukan saja. Itukan nanti akan saling membantu.

* Mengapa harus RM Wong Solo?

RM Ayam Bakar Wong Solo ini kan sudah punya ciri khas. Mulai dari menu hingga pelayanan dll. Satu hal juga, dia menerapkan konsep Islami. Makassar ini salah satu kota metropolitan di Indonesia, yang mayoritas penduduknya muslim. Walaupun rumah makan sudah berseliweran, tapi saya coba masuk ke ceruk pasar (niche market), dengan mengusung warna Islami di RM Wong Solo. Di sisi lain, RM ini bercita rasa khas Indonesia di tengah himpitan masakan Eropa, Japanese food, Chinese food. Saya yakin taste (rasa) “Merah Putih” tidak kalah dengan mereka.

* Di Makassar, kapan tepatnya didirikan RM Ayam Bakar Wong Solo?

Tiga tahun lalu, tepatnya 25 April 2004, dan diresmikan Gubernur Sulsel dan pendiri RM Wong Solo, Pak Puspo Wardoyo. Hingga saat ini, kami lah yang mengelolanya, disesuaikan dengan kondisi masyarakat di sini.

* Apa keunggulan yang ditawarkan Wong Solo untuk pelanggannya?

Kami tak hanya menyediakan menu utamanya, seperti ayam bakar, tapi disediakan juga menu-menu unik, sekitar 60 jenis menu lainnya, dari makanan dan minuman. Semisal jus poligami, jus dimadu dll. Nama ini kan tidak ada yang memakainya. Kami pilihlah yang seperti ini. Sudah pasti, akan banyak perempuan yang tak menyenangi nama-nama menu ini. Tapi, ini kan cuma trade mark. Dalam menu kami selalu ada penamaan yang unik. Strategi tampil beda itulah yang akan membuat orang suka dan rasa penasaran, istilahnya eye catching, untuk mencicipi buatan kami.

* Bagimana sebetulnya konsep Islami dalam manajemen bisnis ini?

Konsep Islami lebih pada penerapan nilai-nilai sosial dan Islam. Di situ ditegaskan, bisnis tidak hanya sekadar mengejar keuntungan semata, tapi harus peduli dengan masalah sosial, kondisi masyarakat dan pertimbangan jangka panjangnya. Semisal dengan membantu fakir miskin, kebijakan perusahaan memotong 10 persen dari keuntungan perusahaan. Itu juga implementasi CSR (Corporate Social Responsibility) dari bisnis yang saya bangun selama ini. Meskipun tidak begitu besar, kalau dengan nawaitu yang tulus, saya yakin akan sangat berarti bagi yang lainnya.

Dalam Commercial Theology, saya percaya jika investasi itu diorientasikan “ibtigha mardatillah”, seperti untuk kemanusiaan, pemberdayaan, atau kebaikan-kebaikan lainnya, maka usaha itu akan terus beruntung. Berberkah. Langgeng. Mari kita coba berbisnis sambil beribadah, keuntungannya akan semakin banyak kelak.

* Seperti apa Anda aplikasikan dalam usaha Anda?

Karena alasan tadi, saya inginkan berkah, maka saya membebaskan biaya, 10 hingga 30 persen kepada kelompok mustadafin, untuk setiap penerimaan santri di pondok pesantren. Harapan saya, selain mereka bisa melanjutkan pendidikan, kelak bisa jadi ulul albab, sekalian berjiwa entrepreneurship. Saya percaya, perlahan-lahan akan memberikan dampak yang signifikan secara jangka panjang.

Laba 10 persen tadi di sisihkan untuk kepentingan umat, semisal memberi bea siswa atau yang lainnya, supaya bisa membantu fakir miskin.

* Setiap kapan Anda agendakan pembagian laba tersebut?

Saya agendakan setiap bulannya. Jika dihitung dalam tahun, maka ada 54 keluarga bisa menikmati program ini, terutama untuk mereka yang tinggal di sekitar Wong Solo ini. Kami sadar memang, masih banyak yang belum kami bisa bantu, karena keterbatasan dana.

* Kegiatan lainnya?

Sebagian dari keuntungan dan simpanan, saya buatkan yayasan pendidikan pesantren modern terpadu di Pangkep, yang namanya Yayasan Shohwatul Is’ad. Yayasan ini kami bangun dengan lembaga pendidikan lainnya, agar bisa memperbaiki SDM umat. Dasarnya, kita lihat saja, dari Human Development Indeks (HDI), negara kita berada pada posisi ke 118 dari 190 negara di dunia.

Saya bangun di lahan yang luasnya 8,5 Ha. Para santri, selain belajar di ponpes itu, mereka bisa mengaplikasikan pengetahuan dan skill agrobisnis. Saya ingin, mereka selain mendapat pelajaran agama, juga mahir dalam mengelola bisnis. Kalau di daerah yah, belajar agro bisnis dengan memanfaatkan potensi yang ada di kampung. Semisal perkebunan, peternakan, perikanan. Di pesantren itu, 60 persen lahannya dipakai untuk menerapkan pengetahuan agrobisnisnya. Saya dirikan pada tahun ajaran 2006/2007 dengan delapan orang ustaz, dan dua orang kyai yang juga pengasuh senior di pesantren Assalam Solo.

* Satu lagi bisnis baru Anda, bisnis pendidikan. Bisa dijelaskan?

Saya kira ‘bisnis’ seperti ini, lebih jangka panjang. Kita tidak mencari keuntungan finansial, tapi untuk perbaikan umat, dan tidak merugikan kita juga. Yang perlu diajarkan pada anak-anak sekarang, agar tidak selalu berorientasi jadi pegawai negeri sipil. Tapi bagaimana menumbuhkan jiwa entrepreneurship, sejak dini. Di samping memberi modal pegetahuan agama, mereka bisa mandiri. Perlu diketahui, sekolah di pesantren bukan untuk orientasi hanya mau jadi ustaz atau mubalig saja. Tapi lebih dari itu, mereka bisa mapan secara ekonomi. Dalam metode pendidikan kami di pesantren, santri ditekankan untuk memahami agama, sains dan teknologi, serta agribisnis.

* Apa prinsip Anda dalam menjalankan bisnis yang berbasis Islami?

Menurut saya perolehan dan pemanfatan bisnis itu, sesuai tuntunan ilahi. Materi halal, pengolahannya bersih, penyajiannya islami. Nah pemanfaatannya, harus kepada kegiatan yang diridai Allah. Untuk menjadikan idealita itu menjadi sebuah realita, maka seorang tajir muslim harus jadikan iman sebagai landasan motivasi. Dengan landasan itu, dia sadar akan kehadiran Allah SWT dalam proses bisnis. Sedangkan landasan operasionalnya adalah takwa, yaitu halalan tayyiban. Jadi ada korelasi antara sikap beragama dan perolehan keuntungan. (***)

DATA DIRI:

Nama : Drs H. Masrur Makmur La Tanro
TTL : 9 Desember
Istri : Nur Aspin Masrur
Anak : Empat
Pendidikan: Sastra Inggris, Fakultas Sastra Unhas
Pekerjaan : Wiraswasta
Jabatan :
– Franchise RM Wong Solo Indonesia Timur.
– Pimpinan PT Bali Maspintjinra Authorized Money Changer (AMC) Bali dan Lombok.
– Pimpinan CV Kapota Jaya Telecomunication Service.
– Manager Tomaza Corporation, Japan Bali.
– Ketua Yayasan Shohwatul Is’ad Ponpes Modern Terpadu, Pangkep. dll.
– Wakil Ketua LPTQ Denpasar, Bali
– Mustasyar NU Sulsel. (hap)